Aku belum lama menapaki jejak-jejak ranting beku yang ditinggalkan detik waktu pada dataran manis padang belenggu. Bahkan, untuk sekedar menari-menari membuat putaran pun ; rasanya bukan lagi hal yang teringin saya lakukan.
Menghujani malam dengan gemerlap tetesan air mata? Ah! cerita lama yang tak pernah tinggal diam ; mengikuti kemana angin kelabu membawa sisa bulir rasa pedih itu sedikit berputar -sebelum akhirnya singgah ditengah kesyahduan peraduan-
Tapi, jangan kau salahkan serat-serat darah yang menjadi batu didalam periuk kehidupkanku. Mereka-lah yang selalu menjadikan riuh rendahnya gelombang pelangi bersemayam menjadi dasar biang asa basi.
Teramat jingga. Sulam senyuman yang janggal disebelah rinai debu bermahkotakan gurauan batang padi bersenar.
Aku hanya ingin.
Meresapi lagi kemilau udara senja yang telah lama lari mengejar gadis impiannya ; Pagi.
Jakarta
2102
Arr
No comments:
Post a Comment