29.2.12

Jadi...Salah Gue?!

Mengapa besar selalu menang   
Bebas berbuat sewenang-wenang
Mengapa kecil s'lalu tersingkir
Harus mengalah dan menyingkir
Apa bedanya besar dan kecil
Semua itu hanya sebutan
Ya . . . . . . walau didalam kehidupan 
Kenyataannya harus ada besar dan kecil
 Besar dan Kecil - Iwan Fals


Heloohoyy O-Rangers..
Apa kabar nih?
Sehat yaaa? Amiinnn..

Lagu oom Iwan diatas bakalan jadi tema postingan gw hari ini.
Lucu kalo kata gw, ketika orang-orang ribut ngomongin kesetaraan gender terus berisik banget demo soal hak asasi manusia tapi egois rebutan 'space' dijalan raya.

Ketika lu memutuskan untuk concern terhadap sesuatu, sebisa mungkin sesuatu itu memang timbul dalam diri lu dan keputusan untuk take concern pun diambil dalam keadaan sadar jasmani dan rohani. Kenapa? Malu guys ketika lu sudah berkoar-koar, berbusa-busa dan selalu semangat 45 menggalakkan sesuatu itu secara eksplisit, tetapi tanpa disadari lu melakukan apa yang lu tentang itu secara implisit.

Jalan raya, bagi gw adalah milik bersama.
Milik bersama berarti tidak ada seorang pun yang berhak mengklaim jalan raya tersebut adalah punya dia.
Tidak ada kepemilikan.

Perihal jalan raya yang semakin hari semakin padat dengan jumlah kendaraan, ya itulah hidup di dunia.
Manusia bergerak, tumbuh dan berkembang. Pergerakan intelegensi manusia yang semakin baik dari abad ke abad mempengaruhi kemunculan teknologi yang akhirnya berujung pada sebuah kehidupan. Gaya hidup.
Dijakarta, kota yang termasuk kedalam kota terpadat, tersibuk, dan disebut-sebut sebagai kota metropolitan, sudah tentu pergerakan manusia didalamnya pun akan masif.
Menurut gw, hal ini ngga bisa diprotes. Mau diprotes bagian mananya?
Bagian perkembangan manusianya? Itu alami, kodrat.
Bagian semakin padatnya manusia? Itu alami, manusia suka ko menambah angka pertumbuhan manusia lainnya. Mereka menyukai proses-nya.
Bagian gaya hidup yang semakin hedonis? Itu globalisasi, perubahan. Pertanyaannya ; siapa yang bisa menghentikan dan merubah serta mencegah sebuah perubahan? Tuhan.

Bergerak dari semakin hedon-nya manusia didunia umumnya dan di jakarta khususnya, berimbas pada melonjaknya kurva penjualan kendaraan. Tidak relevan? Ah, masa.... Coba deh kalian nongkrong jam 9 didepan kantor gw didaerah kuningan, kemudian coba hitung ada berapa banyak mobil dengan harga diatas 300 juta.
Jawabannya : ratusaaaan? Lebih! :)

gw sih disini ngga mau ngebahas soal hedon meng-hedon, tapi gw mau bahas soal kepemilikan jalan raya.
Lebar jalan protokol diibukota ini ngga lebih lebar dari rumah-rumah mewah dikawasan kuningan dan menteng.
Mungkin dalam perhitungan orang dinas perhubungan, volume kendaraan yang dapat tertampung disetiap jalan nasional di indonesia itu tidak lebih dari 1:3. Satu ruas jalan banding tiga lajur. Nah sekarang? 2 jalur mobil plus 4 jalur motor.

Nah, ngomongin soal pembagian hak jalan, rasanya sih, kalo menurut pendapat gw, ngga ada yang berhak membagi-baginya. Mau berdasarkan rasio besarnya kendaraan, ataupun banyaknya jumlah kendaraan.
Menurut gw, semua orang yang berada dijalan raya memiliki hak yang SAMA.
Mau itu jalan kaki, naik sepeda, naik motor, numpang bajaj, bawa beca, naik angkot, nyetir sendiri ataupun nyetir buskota.

KITA BUKAN SIAPA-SIAPA YANG BERHAK MEMBAGI JALAN RAYA ATAS NAMA HAK APAPUN.

Jalanan itu bagaikan rimba raya.
Siapapun yang ada disana mengikuti hukum alam yang memang sudah ada darisononya..
Mungkin lebih polite kalo kita berbagi saja jalanan yang memang sudah tinggal segitu-gitunya itu.

Lucunya, arogansi manusia yang hidup didunia ini lebih mendominasi ketimbang mempergunakan unsur hati dan kepala.

Semakin macetnya jalanan diibukota, orang-orang yang merasa diriinya superior mencari orang-orang yang bisa disalahkan atas ketidak-lancaran transportasi mereka.

Orang yang bawa mobil berkali-kali menyalahkan orang yang naik motor adalah biang dari kemacetan jakarta karena jumlah motor yang semakin lama semakin menyaingi jumah bayi yang lahir. Kalo dulu ada istilah 'baby boom', kini mungkin lebih bagus kalau diganti 'motorcycle boom'.

Karena merasa dirinya tidak merugikan orang yang bawa mobil, orang yang bawa motor berbalik menyalahkan orang yang bawa mobil karena kalau menyetir suka terlalu mepet kekiri -yang mana merupakan aturan pemerintah menempatkan motor disebelah kiri-, sehingga motor ngga bisa lewat.

Sang pemobil (orang yang bawa mobil) ngga terima dengan argumen pemotor (orang yang bawa motor) yang menyebutkan pemobil suka mepet kekiri. Pemobil balik marah dan menunjuk barisan motor yang menyelinap disela-sela antrian mobil. Bahkan, terkadang membuat jalur baru ditengah-tengan lajur mobil.

Pemotor yang merasa terpojok dan tidak lagi memiliki ruang gerak lebih, kemudian memilih untuk menghalalkan segala cara, agar mereka sampai ditujuan. Trotoar adalah korban pemerkosaan hak jalan raya.

Ketika pemobil semakin mepet kekiri dan pemotor akhirnya melakukan bypass dengan naik ke trotoar, pejalan kaki kemudian demo karena bingung mau jalan disebelah mana kalau trotoarnya dipake jalur baru untuk motor dan disebelah trotoar cuma ada selokan?
Pejalan kaki yang frustasi akhirnya mencari orang yang harus bertanggung jawab atas hilang-nya pedestrian mereka. Dan....siapa lagi yang paling 'berhak' untuk disalahkan selain aparat dan pemerintah? Klasik.

Bukan sampai situ saja, aparat dan pemerintah yang merasa dirinya sudah cukup oke melakukan tugasnya tidak terima dengan tuduhan para pengguna jalan raya. Mereka berusaha untuk mengatasi keadaan dengan memberikan peringatan kepada pengguna jalan raya. Sayangnya, hampir selalu random. Banyak yang tidak salah kena tilang.

Pengguna jalan raya yang tidak bersalah dan kena tilang pun mengadukan keluhannya kepada komunitas-komunitas yang concern dengan para pengguna jalan. Dan merekapun melakukan aksi turun ke jalan serta semacam kampanye dan sedikit menyindir para pelanggar jalan.

Dan pelanggar jalan punya jurus efektif kabur dari kewajiban hukum dengan bilang "saya ngikutin yang depan aja mas!"

Dan agaknya, kampanye pun tidak akan menghentikan perseteruan pembagian hak prerogatif pengguna jalan raya. Lalu,

MAU SAMPAI KAPAN???

Mau sampai kapan kita ngeributin jalan raya yang tinggal segitu-gitunya lagi?
Buat gw, ngga ada yang bisa disalahin selain pribadi kita masing-masing.

Pemobil sama sekali ngga salah karena dia beli mobil. Lah, sapa elu berani-berani ngatur orang untuk beli mobil atau ngga. Kan kalau dia beli mobil, pake duit dia bukan elu.
Pemotor juga ngga dosa dengan dia beli motor. Lah, orang cuma mampunya beli motor, masa harus maksain beli mobil demi image doang?
Pejalan kaki apalagi, mereka sama sekali buka orang yang harus disalahkan. Lah orang die jalan pake kakinya sendiri kok!
Bis kota juga ngga salah-salah amat. Lah, sapa elu ngelarang orang cari duit dengan jadi supir bis?

Bagi gw, lebih baik kita introspeksi diri aja. Apakah selama ini kita sudah melakukan hal yang benar? Bagi gw, baik itu belum tentu benar, dan benar itu belum tentu baik.
Sudahi lah saling menunjuk muka orang lain karena merasa kita lebih berhak untuk sesuatu yang pada dasarnya sesuatu tersebut tidak memiliki sifat kepemilikan.

seperti memperebutkan cinta dari orang jomblo. cinta orang jomblo kan bukan milik siapa-siapa.. :p

Jadi pada intinya gw nulis panjang lebar ini adalah...
hargai lah kepentingan sesama pengguna jalan. semua ingin cepat. semua ingin lancar. dan semua juga ingin aman dan tentram.

akhir kata,
redamlah hawa nafsu untuk menyelak barisan dan antrian wahai pemobil...
singkirkan ide kreatif untuk membuka jalur baru diatas trotoar dan jembatan penyebrangan wahai pemotor...
teguhkanlah hati dan kuatkan niat untuk selalu menyebrang pada tempatnya, minimal di zebra cross supaya kalo kesenggol bisa ngambek wahai pejalan kaki...
dan janganlah tergoda untuk berhenti ditengah jalan dan menyerobot jalur transjakarta wahai angkutan kota...



RESPECT!
Arr


3 comments:

  1. Anonymous4.3.12

    kembali sama pribadi masing-masing sist.
    untuk urusan salah-menyalahkan dari si mobil dan si motor, karena mereka ga ngeliat dr posisi sebaliknya.
    seperti tulisan2 sebelumnya, mereka cm bisa menJUDGE tanpa mikir apa sih yg bikin gini, kenapa sih koq bisa gini.
    yang pasti, ketika si mobil bisa analisis posisi si motor dan sebaliknya, kayanya salah menyalahkan bakalan bisa berkurang. IMHO
    *tapi sayangnya, bakalan susah deh. egoisme tingkat dewa

    ReplyDelete
  2. puyeng deh ngebayangin hidup di jakarta, cukup 1x24 jam saja saya menginjakkan kaki di jakarta, untuk lain kali sebisanya menghindar. .. apapun itu sekarang manusia seakan makin g menghargai manusia lainnya, makin egois, individualis, jangankan masalah jalanan, maslah sopan santun ama orang tua aja udah mulai luntur ditiup angin modernisasi, semoga aja isasi-isasi ini g makin membuat negara ini makin rumit, semoga. ...

    ReplyDelete
  3. Anonymous15.8.12

    mantop nih my granddota....

    ReplyDelete