2.6.09

tiga

.ada sebuah cerita tentang sebatang ranting yang memenjarakan cintanya pada embun. kemudian ia selalu bernafas dengan halus karena tak ingin bangunkan kilatan hujan. berayun tak menentu tak ingin endapkan jenuh. tak pernah berhenti bernyanyi meski pelangi telah beringsut tidur.

.ada lagi sebuah cerita tentang secangkir kopi yang lama diam disudut meja kerja seorang penyair muda. sudah lama ia tidak berfungsi sebagai penahan kantuk, melainkan sebagai air yang mengisi setiap kesendirian dan kemunafikan ditengah relung hidupnya. setengah kosong dengan jutaan butir ampas penyesalan yang mengendap dan menunggu untuk dipanaskan -kembali- hingga menjadi sesuatu. tak pernah lelah menanti hingga lampu berganti mentari.

.satu cerita tentang sebentuk rasa yang telah lama menunggu untuk dibicarakan. bukan soal cinta yang kali ini menjadi buah bibir tante-tante yang bergincu merah dengan mata dan dada penuuh nafsu. bukan lagi soal komitmen yang telah lama pulang dan pensiun. tidak juga perihal sayang yang sudah enggan untuk sedikit saja melepaskan bajunya.

.ini tentang dia. dia yang selalu berputar mengitari sepasang jemari yang tak pernah lelah memegang. dia yang selalu menjadi jurang bagi sepasang kaki yang ragu untuk berpulang. dia yang selalu menjadi arus bagi pikiran yang selalu dalam diam. dan dia yang selalu menjadi sedikit pengganti ion tubuh bagi badan ketika usang.

DIA

.dia yang membuat ranting mampu setia pada embun.
.dia yang membuat secangkir kopi rela menunggu mentari.
.dia yang membuat kesabaran dan membajanya hati berubah menjadi warna dalam pelangi.
dan dia yang membuat segalanya kini mampu kubenahi, mampu ku jajaki dan mampu membuatku lebih tebal dari selapis awan yang beku.


jak, 020 507

arr